Asuhan Keperawatan (Askep) Halusinasi

Pengertian
Halusinasi yaitu gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang bisa meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada waktu kesadaran individu itu penuh/baik.

Halusinasi adalah wujud yang sangat kerap dari gangguan persepsi. Wujud halusinasi ini dapat berbentuk suara-suara yang bising atau mendengung, namun yang sangat kerap berbentuk kalimat yang tersusun di dalam wujud kata-kata yang agak sempurna. Umumnya kata-kata tadi mengulas tentang kondisi pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu yang mengakibatkan pasien dapat bertengkar atau bicara dengan nada halusinasi itu. Dapat pula pasien tampak layaknya bersikap saat mendengar atau bicara keras-keras layaknya apabila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Terkadang pasien berasumsi halusinasi datang dari tiap-tiap tubuh atau di luar tubuhnya. Halusinasi ini terkadang mengasyikkan contohnya berbentuk tiduran, ancaman dan lain-lain.

Mary Durant Thomas (1991) mengemukakan, halusinasi dengan umum bisa ditemukan pada pasien gangguan jiwa layaknya: skizoprenia, depresi, delirium dan keadaan yang terkait dengan pemakaian alkohol dan substansi lingkungan. Menurut hasil pengkajian pada pasien di rumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.

Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi seperti berikut:
  • Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar nada yang mengulas, mengejek, menertawakan, atau mengancam walau sebenarnya tak ada nada di sekelilingnya.
  • Halusinasi tengok (visual), pasien itu lihat panorama orang, binatang atau suatu hal yang tak ada.
  • Halusinasi bau/hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di peroleh. Pasien yang alami menyebutkan mencium bau-bauan layaknya bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tak ada sumbernya.
  • Halusinasi kecap (gustatorik). Umumnya terjadi berbarengan dengan halusinasi bau/hirup. Pasien itu jadi (mengecap satu rasa di mulutnya.
  • Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang berkaitan jadi ada seseorang yang meraba atau memukul. Apabila raba ini adalah rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

Etiologi
Masih menurut Mary Durant Thomas (1991), halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa layaknya skizoprenia, depresi atau kondisi delirium, demensia dan keadaan yang terkait dengan pemakaian alkohol dan substansi selainnya.

Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, keadaan infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga bisa dialami jadi dampak samping dari beragam penyembuhan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, namun obat-obatan halusinogenik bisa membuat terjadinya halusinasi sama layaknya pemberian obat di atas. Halusinasi dapat juga terjadi pada waktu kondisi individu normal yakni pada individu yang alami isolasi, perubahan sensorik layaknya kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya persoalan pada perbincangan.

Pemicu halusinasi pendengaran dengan spesifik tidak diketahui tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya layaknya faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya yaitu stress lingkungan, biologis, penyebab problem sumber-sumber koping dan mekanisme koping.


Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang tentu belum diketahui. Banyak teori yang diserahkan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang menyebutkan bahwa di dalam kondisi terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang datang dari di dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang kian lebih timbulnya ke alam sadar. Apabila input ini dilemahkan atau tak ada sekalipun layaknya yang kita temui pada kondisi normal atau patologis, jadi materi-materi yang ada di dalam unconsicisus atau preconscious dapat dilepaskan di dalam wujud halusinasi.

Pendapat lain menyebutkan bahwa halusinasi diawali karenanya ada keinginan yang direpresi ke unconsicious dan lantas lantaran telah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas jadi keinginan tadi diproyeksikan keluar di dalam wujud stimulus eksternal.


Sinyal dan gejala
Pasien dengan halusinasi condong menarik diri, kerap diperoleh duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah spesifik, tersenyum atau bicara sendiri, dengan tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, lakukan gerakan layaknya masih nikmati suatu hal. Juga info dari pasien sendiri perihal halusinasi yang dialaminya (apa yang ditengok, didengar atau dirasakan).


Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan langkah:
  • Menciptakan lingkungan yang terapeutik.Buat mengurangi tingkat kekhawatiran, kepanikan dan ketakutan pasien disebabkan halusinasi, baiknya pada permulaan pendekatan dikerjakan dengan individual dan upayakan supaya terjadi kontak mata, jikalau dapat pasien di sentuh atau di pegang. Pasien janganlah diisolasi baik dengan fisik atau emosional. Tiap-tiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitupun apabila akan meninggalkannya tentunya pasien diberitahu. Pasien diberitahu tindakan yang akan dikerjakan. Di ruangan itu tentunya disediakan fasilitas yang bisa merangsang perhatian dan mendorong pasien buat terkait dengan realitas, contohnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
  • Melaksanakan program terapi dokter. Kerapkali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan baiknya dengan persuatif namun instruktif. Perawat kudu mengamati supaya obat yang diberikan benar telah ditelannya, dan reaksi obat tersebut.
  • Menggali persoalan pasien dan menolong menangani problem yang ada. Sesudah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat bisa menggali problem pasien yang memicu munculnya halusinasi dan menolong menangani problem yang ada. Pengumpulan data ini juga bisa melalui info keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
  • Berikan kegiatan pada pasien. Pasien diajak mengaktifkan diri buat lakukan gerakan fisik, contohnya berolah raga, bermain atau lakukan aktivitas lain. Aktivitas ini bisa membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk jalinan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal aktivitas dan pilih aktivitas yang cocok.
  • Melibatkan keluarga dan petugas lain di dalam proses perawatan. Keluarga pasien dan petugas lain baiknya diberitahu perihal data pasien supaya ada kesatuan pendapat dan kesinambungan di dalam proses keperawatan, contohnya dari pembicaraan dengan pasien diketahui apabila masih sendirian ia kerap mendengar lelaki yang mengejek. Namun apabila ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat merekomendasikan supaya pasien janganlah menyendiri dan menyibukkan diri di dalam permainan atau kegiatan yang ada. Pembicaraan ini tentunya diberitahukan pada keluarga pasien dan petugas lain supaya tidak membiarkan pasien sendirian dan anjuran yang diberikan tidak bertentangan.(rwa: http://askep.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar